Selasa, 10 April 2012

Rangkuman : Kesadaran Berbahasa


Mas Siti Irma Khoerunnisa
Pendidikan Matematika
41032151111041
Bab III
KESADARAN BERBAHASA
3.1 Pengertian
Menurut hemat penulis, yang dimaksud dengan kesadaran berbahasa ialah sikap seseorang baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama bertanggung jawab sehingga menmbulkan rasa memiliki suatu bahasa dan dengan demikian ia berkemauan untuk ikut membina dan mengembangkan bahasa itu. 
3.2 Tanggung Jawab terhadap Bahasa dan Berbahasa
            Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual. Orang yang menguasai dua bahasa disebut bilingual atau dwibahasawan, sedangkan orang yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut multilingual. Rakyat Indonesia kebanyakan dwibahasawan, artinya disamping menguasai bahasa ibunya, dia juga menguasai BI.
            Bagi kita di Indonesia, soal BD dan BI tak perlu dipertentangkan. Dua-duanya dijamin dalam UUD 1945. Bahasa daerah dab BI saling mengisi. Dan setiap orang Indonesia seharusnya berkewajiban memelihara dan mengembangkannya.
            Cirri orang yang  bertaggung jawab terhadap suatu bahasa dan pemakaian bahasa adalah :
a.       Selalu berhati-hati menggunakan bahasa
b.      Tidak merasa senang melihat orang yag mempergunakan bahasa secara serampangan
c.       Memperingatkan pemakaian bahasa kalau ternyata ia membuat kekeliruan
d.      Tertarik perhatiannya kalau orang menjelaskan hal yang behubungan dengan bahasa
e.       Dapat mengoreksi pemakaia bahasa orang lain
f.       Berusaha menambah pengetahuan tentang bahasa tersebut
g.      Bertanya kepada ahlinyakalau menghadapi persoalan bahasa.

3.3 Sikap terhadap Bahasa dan Berbahasa
Tiap bahasa adalah penjelmaan yang unik dari suatu kebudayaan yang unik . . . (St. Takdir Alisyahbana dalam Amran Halim I. Ed, 1976 : 40). Marilah kita liat percakapan ini:
+          Pi di mana ngana?                               ‘engkau pergi ke mana’
-           Pi di pasar                                           ‘pergi ke pasar’
+          Pi bikin apa?                                        ‘untuk apa’
-                      Pi bili ikan deng sayor.                        ‘pergi membeli ikan dan sayur’
+          Bole kita baku iko?                             ‘Bolehkan aku ikut’
-                      Bole, mari jo!                                      ‘boleh, marilah’
            Bahasa ini adalah dialek Manado yang dipergunakan oleh dua orang remaja ketika mereka bertemu. Harimukti Kridalaksana (1978 : 98) mengatakan bahwa BI dipergunakan untuk keperluan-keperluan resmi, yaitu dalam :
1.      Komunikasi resmi
2.      Wacana ilmah
3.      Khotbah, ceramah dan kuliah
4.      Bercakap-cakap dengan orang yang dihormati.
Kita kembali kepada sikap terhadap bahasadan berbahasa. Tanggung jawab adalah juga manifestasi dari sikap, dalam hal ini sikap positif. Sehubungan dengan itu, sikap terhadap bahasa dan berbahasa dapat dilihat dari dua segi, yakni:
a.       Siikap positif
b.      Sikap negatif
Ada orang yang berbiara dalam suatu rapat mencampurbaurkan kata-kata BI dan, Bahasa Asing (BA). Orang itu barangkali berpendapat, kalau kata-katanya tidak dibumbui kata-kata BA, maka tidak berbobotlah pembicaraannya. Padahal orang harus menyadari bahwa bahasa mempunyai “nilai penting sebagai symbol nasional dan identitas etnik” (Nancy Parrot, Hickerson; 1980 : 92).
Khusus di Indonesia, BI dkatakan sebagai lambing kebanggaan dan identitas nasioanl, sedangkan BD dikatakan sebagai lambang kebanggaan dan identitas daerah (lihat Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional, Pusat Bahasa : 1976). Sikap terhadap bahasa ditekankan pada segi tanggung jawab dan penghargaan terhadap bahasa, sedangkan sikap berbahasa ditekankan pada kesadaran diri sendiri dalam menggunakan bahasa secara tertib.
3.4 Rasa Memiliki Bahasa
Dengan kesadaran bahasa diharapkan timbul rasa memliki bahasa. Untuk menanamka rasa memiliki bahasa, orang harus bertitik tolak dari anggapan bahwa bahasa adalah miliknya pribadi. Dan memang demikian keadaannya. Sebab, setiap saat kita gunakan tanpa bertanya kepada pemiliknya. Kalau bahasa danggap sebagai milik pribadi, konsekuensinya kita wajib memeiharanya.
3.5 Partisipasi dalam Pembinaan Bahasa
Perasaan memiliki bahasa menimbulkan tanggung jawab dan kegiatan untuk membina bahasa baik melalui kegiatan untuk pribadi atau kegiatan kelompok. Dengan kata lain, usaha pertama-tama sebagai bukti keikutsertaan kita dalam pembinaan bahasa ialah sikap kita kalau sedang menggunakan bahasa. Partisipasi seperti ini penulis namakan partisipasi informal. Selain itu, ada partisipasi yang penulis sebut partisipasi formal. Dalam partisipasi formal terlihat usaha kita berupa kegiatan pembinaan melalui pertemuan formal. Kita ikut berpartisipasi dalam forum diskusi, lokakarya, seminar, musyawarah, kongres, konferensi baik pada tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional yang khusus membicarakan persoalan kebahasaan. Kita menyebarkan tulisan baik berupa buku, pemuatan di surat kabar atau majalah tentang persoalan kebahasaan.
Tentu tidak semua pemakai bahasa diharapkan berpartisipasi secara formal. Yang diharapkan minimal kita berpartisipasi secara informal. Dengan penuh kesadaran, kita menggunakan bahasa secara tertib. Untuk suatu bahasa memang hal ini merupakan perjuangan berat. Namun, kalau setiap pemakaian bahasa telah menyadari perlunya pembinaan suatu bahasa, maka usaha apa pun yang akan dijadkan pasti akan berhasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar